Makalah Kemiskinan dan Kesenjangan



MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

DISUSUN OLEH:
DEWI MUSTIKA (21217587)
 1EB01

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. atas limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa suatu halangan yang berarti. Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul Kemiskinan Dan Kesenjangan ini adalah sebagai pemenuhan tugas yang diberikan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.
Tidak lupa ucapan terimakasih saya tujukan kepada pihak-pihak yang turut mendukung terselesaikannya makalah ini.
Saya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik selanjutnya. Dan semoga dengan hadirnya makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca sekalian.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii  
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................................ 1
B. TUJUAN ........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep dan Pengertian Kemiskinan .............................................................................3
B. Garis Kemiskinan .......................................................................................................... 3
C. Jenis Kemiskinan ...........................................................................................................5
D. Penyebab dan Dampak Kemiskinan .............................................................................. 4
E. Pertumbuhan, Kesenjangan, dan Kemiskinan ............................................................... 7
F. Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan .........................................................................9
G. Contoh Kasus .................................................................................................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 15
B. Saran .............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 17


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
            Di Negara Indonesia sendiri kemiskinan dan kesenjangan pendapatan warga negaranya terlihat perbedaan yang sangat mencolok antar warga negaranya. Hal ini semakin terlihat dengan status kemiskinan di indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan menimbulkan berbagai perilaku negatif warga negaranya.
Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan (yang dimaksudkan dengan kesenjangan ekonomi) dan tingkat kemiskinan (presentase dari jumlah populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan) merupakan dua masalah besar di banyak LDCs, tidak terkecuali di Indonesia. Di katakan besar, karena jika dua masalah ini berlarut-larut atau di biarkan akan semakin parah dampak yang akan terjadi. Pada akhirnya akan menimbulkan kosekuensi politik dan sosial yang sangat serius.
Kejadian tragedi tahun 1998, menjadi suatu kejadian pemerintahan bisa jatuh karena amukan rakyat miskin yang sudah tidak tahan lagi menghadapi kemiskinannya yang menjadi suatu pertanyaan (hipotesis) hingga sekarang: andaikan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia rata satu sama lain, pasti tragedi tahun 1998 tidak akan terjadi.
Di Indonesia, pada awal pemerintahan Orde Baru para pembuat kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan ekonomi di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi yang pada awalnya terpusatkan hanya di jawa dan hanya di sektor-sektor tertentu saja, pada akhirnya akan menghasilkan apa yang di maksud dengan trickle down effects.

B. TUJUAN
          Tujuannya untuk membuat kesadaran akan kemiskinan yang terjadi kepada masyarakat di Indonesia, memberikan informasi kepada masyarakat untuk menghadapi kemiskinan dan kesenjangan, serta mengetahui sejauh mana upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki keadaan. kemiskinan dapat diartikan secara lebih luas dengan menambahkan faktor faktor lain seperti faktor sosial dan moral. Secara konvensional, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan individu atau masyarakat yang berada di bawah garis tertentu. Secara umum pengertian dari kemiskinan sangat beragam, tergantung dasar pemikiran dan cara pandang seseorang. Namun kemiskinan identik dengan ketidakmampuan sekelompok masyarakat yang terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitas.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".

Secara etimologis, “kemiskinan” berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPSdan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold).

            Konsep Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai fenomena sosial yang telah lama ada, berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan adalah kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).
          Kemiskinan juga sering disandingkan dengan kesenjangan, karena masalah kesenjangan mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan. Substansi kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Sudibyo (1995:11) mengatakan bahwa “apabila berbicara mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai secara mutlak, sedangkan penilaian terhadap kesenjangan digunakan secara relatif”. Dalam suatu masyarakat mungkin tidak ada yang miskin, tapi kesenjangan masih dapat terjadi di dalam masyarakat.
Sebagian besar dari penduduk miskin ini tinggal diperdesaan dengan mata pencaharian pokok dibidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional tersebut. Kehidupan mereka bergantung pada pola pertanian yang subsistem, baik petani kecil atau pun buruh tani yang berpenghasilan rendah, ataupun bekerja dalam sektor jasa kecil-kecilan dan berpenghasilan pas-pasan. Fenomena banyaknya urbanisasi penduduk desa ke kota menunjukkan bahwa adanya ketidakmerataan pembangunan di perdesaan. Terbatasnya fasilitas umum, kecilnya pendapatan, dan terbatasnya pekerjaan dan dalih mencari kehidupan lebih baik menjadi alasan urbanisasi ini. Permasalahan tersebut menyiratkan adanya ketidakmerataan dan kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan.

B. Garis Kemiskinan

   Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang. Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
Dalam menghitung angka kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, sehingga melalui pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan. Untuk menghitung garis kemiskinan BPS menggunakan dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan yang dilakukan secara terpisah untuk daerah perdesaan dan perkotaan.
Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita per hari yang diwakili oleh 52 jenis komoditas bahan makanan. Garis Kemiskinan Bukan Makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan yang diwakili 51 jenis komoditas bahan kebutuhan dasar nonmakanan di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.
Angka-angka tersebut hanya menghitung mereka yang masuk kategori miskin absolut diukur dari pengeluaran. Menarik sekali bahwa pengeluaran yang disetarakan 2.100 kalori per kapita per hari ini masih tergolong rendah karena hanya sekitar 1 dolar AS, masih di bawah pengeluaran 2 dolar AS. Jadi ukuran kemiskinan kita ini sangat rendah, jauh di bawah ukuran Bank Dunia sebesar 2 dolar AS.
Seandainya kita menggunakan catatan perhitungan standar garis kemiskinan Internasional (Bank Dunia) dengan pendapatan USD2 per hari, jumlah penduduk miskin masih mencapai 42% atau mencapai hampir 100 juta lebih. Itu artinya jumlah penduduk yang masuk kategori hampir miskin sangatlah besar dan mereka termasuk kelompok yang mudah rentan masuk kategori miskin. Setiap terjadi gejolak kenaikan harga terutama kenaikan harga kebutuhan pokok, mereka akan mudah masuk menjadi kategori miskin.

C. Jenis Kemiskinan
           
1. Kemiskinan Subjektif
     Kemiskinan subjektif adalah kemiskinan yang terjadi karena setiap orang mendasarkan pemikiranya sendiri dengan menyatakan bahwa kebutuhannya tidak terpenuhi secara cukup walaupun sebenarnya tidak terlalu miskin
     Contoh : Pengemis musiman di Jakarta
 2. Kemiskinan Absolut
     Kemiskinan Absolut adalah seseorang (keluarga) yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan sehingga kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sandang,pangan,papan,kesehatan,dan pendidikan mereka.
     Contoh : Keluarga yang kurang mampu

 3. Kemiskinan Relatif
     Kemiskinan Relatif adalah bentuk kemiskinan yang terjadi karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan adanya ketimpangan pendaptan atau ketimpangan standar kesejahteraan.
     Contoh : kurangnya lapangan kerja menimbulkan banyak pengangguran

 4. Kemiskinan Alamiah
     Kemiskinan Alamiah adalah kemiskinan yang terjadi karena keadaan alam yang miskin atau langka sumber daya alam (SDA),sehingga produktivitas masyarakat menjadi rendah.
     Contoh : Orang-orang yang ada di Zimbabwe sana kekurangan SDA,karena disekitarnya hanya tanah yang tandus.

 5. Kemiskinan Kultural
     Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang terjadi karena sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf hidup dengan tata cara modern.
     Contoh : Suku Badui yang menolak ajaran-ajaran modern dan tetap teguh dengan adat istiadatnya

 6. Kemiskinan Struktural
     Kemiskinan yang terjadi karena ketidak mampuan sistem atau struktur sosial menghubungkan seseorang dengan sumber daya yang ada.
     Contoh : Malas bekerja,kasus Freeport

D. Penyebab dan Dampak Kemiskinan
           
            Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
ü  Laju Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk. Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang perjam atau 4 orang permenit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan Amerika.
Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

ü  Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori beban ketergantungan. Tenaga kerja (manpower) dipilih pula kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasukangkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Seangkan yang termasuk sebagai bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja dalam usia kerja yang tidak sedang bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak sedang mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumah tangga, serta orang yang menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya.
Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja maupun orang yang memilki pekerjaan namun sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud denganpengangguran adalah orang yang ridak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Pengangguran semacam ini oleh BPS dikatergorikan sebgai pengangguran terbuka. (Dumairy, 1996).

ü  Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata. (Dumairy, 1996).
Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini disebut juga sebagai ketimpangan. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat menyebabkan inefisiensi ekonomi. Penyebabnya sebagian adalah pada tingkat pendapatan rata ± rata bearapa pun, ketimpangan yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin kecilnya bagian populasi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber kredit. Selain itu ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak efisien. Ketimpangan yang tinggi menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada pendidikan tinggi dengan mengorbankan kualitas universal pendidikan dasar, dan kemudian menyebabkan kesenjangan pendapatan yang semakin melebar. (Todaro, 2006).
Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk dan aspek atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan per kapita tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah tetapi ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional.
Ketimpangan sektoral dan regional dapat ditengarai antara lain dengan menelaah perbedaan mencolok dalam aspek ±aspek seperti penyerapan tenaga kerja, alokasi dana perbankan, investasi dan pertumbuhan.
Ketimpangan pertumbuhan antarsektor, khususnya antara sektor pertanian dan sektor industry pengolahan harus disikapi secara arif. Ketimpangan pertumbuhan sektoral ini bukanlah kecelakaan atau ekses pembangunan. Ketimpangan ini lebih kepada suatu hal yang terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara industry. Akan tetapi sampai sejauh manakah ketimpangan ini apat ditolerir? Pemerintah perlu memikirkan kembali perihal ketepatan keputusan menggunakan industrialisasi sebgai jalur pembangunan karena akan sangat berdampak bagi pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan. (Dumairy, 1996).

ü  Tingkat Pendidikan Yang Rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali dibuthkan lebih banyak teanga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis. Menurut Schumaker pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnya dibandingkan faktor-faktor produksi lain. ( Irawan, 1999).




ü  Kurangnya Perhatian Dari Pemerintah
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.

Dampak Kemiskinan
·         Kriminalitas, Karena saat seseorang tidak mempunyai penghasilan sementara dia harus memenuhi kebutuhan hidupnya, maka ia akan melakukan berbagai hal termasuk tindakan kriminal,seperti pencurian, perampokan bahkan hingga pembunuhan. 

·         Tingkat pendidikan rendah, hal ini dikarenakan pendidikan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit,dan pasti akan menyulitkan rakyat miskin,walaupun pemerintah sudah memberikan berbagai bantuan bahkan hingga pendidikan gratis dari sd hingga sltp hingga saat ini,tapi tetap saja belum memaksimalkan pendidikan untuk kalangan miskin,dan hal ini akan terus berdampak pada meningkatnya kemiskinan jika tingkat pendidikan tetap rendah.

·         Tingkat kesehatan rendah dan meningkatnya angka kematian, Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan sehingga membuat tingginya angka kematian,hal ini dikarenakan biaya untuk kesehatan,sebagaimana slogan "sehat itu mahal" memang benar slogan tersebut, sehingga masyarakat miskin akan merasakan betapa beratnya biaya rumah sakit,sehingga mereka tidak bisa berobat kerumah sakit dikarenakan faktor biaya.,selain itu kemiskinan juga menyebabkan buruknya kesehatan pada bayi dan balita yang membutuhka banyak asupan gizi,sedangkan orang tua mereka tidak mempunyai materi yang cukup untuk memenuhi hal tersebut,sehingga banyak terdapat bayi yang lahir cacat karena kurangnya asupan giza saat dalam kandungan, serta banyak balita hingga anak usia pertumbuhan terkena busung lapar,dikarenaka tidak memadainya asupan makanan mereka,tentu saja kita sudah tahu tentang hal ini dari berita-berita di media massa.

·         Penggangguran, angka penggangguran ini cukup fantatis, mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi oleh bangsa saat ini. Banyaknya penggangguran, berarti mereka tidak bekerja dan otomatis mereka tidak mendapatkan penghasilan. Dengan tidak bekerja dan tidak mendapatkan penghasilan, mereka tidak data memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara otomatis, pengangguran menurunkan daya saing dan beli masyarakat.

E.    Pertumbuhan, Kesenjangan, Dan Kemiskinan

1. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan:
 Hipotesis Kuznets Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an. Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public. Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua faktor penyebab penting.
Literature mengenai perubahankesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang disebut hipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik.
Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.

2. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas diatas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang. Namun banyak faktor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.

F. Indikator Kesenjangan Dan Kemiskinan
            A. Indikator kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu:
• The Generalized Entropy(GE)
• Ukuran Atkinson
• Koefisien Gini.

Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada 0-1.
Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama daripendapatan)
Bila 1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketida kmerataan distribusi pendapatan.
• Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
• Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.
• Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.
• Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup :
1. 40% penduduk dengan pendapatan rendah,
2. 40% penduduk dengan pendapatan menengah,
3. 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
B. Indikator kemiskinan
Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach)
2. Pendekatan Head Count Index
garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu
1. garis kemiskinan makanan (food line) dan
2. garis kemiskinan non makanan (nonfoodline).
G. Contoh Kasus

Pemerintah Akan Turunkan Tingkat Kemiskinan ke 9%

Description: 20161031-Penduduk-Indonesia-Jakarta-IA
Deretan rumah semi permanen di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta (31/10). Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 13,5 juta penduduk Indonesia yang hidup miskin di lingkungan kumuh. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)
Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan pemerintah memiliki beberapa rencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Caranya antara lain dengan memangkas angka pengangguran, kemiskinan, ketimpangan masyarakat.

Pada 2018, pemerintah akan menurunkan tingkat pengangguran di kisaran 5,1-5,4 persen. Kemudian, tingkat kemiskinan 9-10 persen.

"Ketimpangan juga diharapkan semakin mengecil, yang ditandai dengan penurunan rasio gini menjadi 0,38. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga akan semakin meningkat tercermin pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mencapai 71,83," kata dia dalam Rapat Paripurna di DPR RI Jakarta, Jumat (19/5/2017).
Untuk meraih hal itu, pemerintah akan memperkuat fungsi fiskal yakni fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

Terkait penguatan alokasi, pemerintah akan memperbaiki alokasi anggaran agar lebih tepat sasaran guna mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis produktivitas, mendukung program prioritas untuk meningkatkan dan memperkuat modal dasar Indonesia.
Kemudian kualitas manusia yang makin baik serta pengelolaan sumber daya alam yang berkualitas dan berkelanjutan. "Fokus alokasi anggaran adalah infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan," dia menambahkan.

Sementara perihal fungsi distribusi untuk mengurangi kesenjangan dan memperbaiki keadilan sosial ditempuh dengan meningkatkan peran pajak sebagai instrumen redistribusi pendapatan, penguatan kualitas desentralisasi fiskal. Serta, mendorong efektivitas program perlindungan sosial.

"Melalui penguatan fungsi ini diharapkan program pengentasan kemiskinan dan kesenjangan akan berjalan efektif," ujar dia.

Sementara, terkait fungsi stabilitas ditempuh dengan meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal untuk melaksanakan counter cyclical dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

"Menjaga stabilitas kondisi sosial dan politik dari tekanan gejolak ekonomi dari luar maupun dari dalam negeri," tandas dia.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Masalah kemiskinan di Indonesia memang sangat rumit untuk dipecahkan. Dan tidak hanya di Indonesia saja sebenarnya yang mengalami jerat kemiskinan, tetapi banyak negara di dunia yang mengalami permasalahan ini.

Upaya penurunan tingkat kemiskinan sangat bergantung pada pelaksanaan dan pencapaian pembangunan di berbagai bidang. Oleh karena itu, agar pengurangan angka kemiskinan dapat tercapai,dibutuhkan sinergi dan koordinasi program-program pembangunan di berbagai sektor,terutama program yang menyumbang langsung penurunan kemiskinan.

Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus mamou meningkatkan standar hidup penduduk negaranya, yan gdiukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita. Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan diantaranya merupakan produsen barang primer,memiliki masalah tekanan penduduk,kurang optimalnya sumber daya alam yang diolah,produktivitas penduduk yang rendah  karena keterbelakangan pendidikan,kurangnya modal pembangunan,dan orientasi ekspor barang primer karena ketidakmampuan dalam mengolah barang-barang tersebut menjadi lebih berguna.

B. Saran

Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif,inovatif dan eksploratif. Selain itu,globalisasi membuka mata bagi Pegawai pemerintah,maupun calon pegawai pemerintah agar berani mengambil sikap yang lebih tegas sesuai dengan visi dan misi bangsa Indonesia ( tidak memperkaya diri sendiri dan kelompoknya). Dan mengedepankan partisipasi masyarakat Indonesia untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan,wawasan,skill,mentalitas dan moralitas yang standarnya adalah standar global.





DAFTAR PUSTAKA
Rofiq, Annur. 2013. KEMAJUAN EKONOMI INDONESIA: Isu Strategis, Tantangan, dan Kebijakan. Bogor: PT Penerbit IPB Press


 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Business Event Invitation Letter