Tugas Audit Forensik dan Audit Investigatif

 

 

Kasus Daubert Case

Kasus ini adalah kasus yang mulai oleh dua anak lahir cacat yang mereka klaim disebabkan oleh obat antimual, Bendectin. Satu-satunya obat yang disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) untuk wanita hamil, telah diberikan kepada lebih dari 17.500.000 wanita sebelum dikeluarkan dari pasaran. Pengacara Penggugat berpendapat bahwa ribuan anak yang lahir cacat lahir dari ibu yang menggunakan Bendektin dan ini membuktikan bahwa Bendektin menyebabkan cacat lahir. Merrill-Dow mengajukan keputusan singkat dalam kasus ini, mengklaim obatnya tidak menyebabkan cedera pada anak tersebut. Untuk mendukung gerakannya, Merrill-Dow mengajukan pernyataan tertulis dari seorang dokter dan ahli epidemiologi, Dr. Steven H. Lamm, yang merupakan otoritas yang dihormati di bidang risiko kesehatan dari paparan zat kimia. Dalam pernyataan tertulisnya, Dr. Lamm menyatakan bahwa dia telah meninjau 30 penelitian yang diterbitkan yang melibatkan lebih dari 130.000 pasien dan tidak ada dari penelitian tersebut yang menemukan Bendectin menyebabkan cedera pada janin. Atas dasar itu, ia menyimpulkan bahwa penggunaan Bendektin pada trimester pertama kehamilan bukan merupakan faktor risiko terjadinya cacat lahir pada manusia.

Pada tahun 1993, Mahkamah Agung AS, Daubert v. Merrel Dow Phamaceuticals,inc., menetapkan Standar Daubert untuk mengevaluasi mengevaluasi dapat diterimanya pengetahuan ilmiah sebagai bukti di pengadilan federal AS. Kasus ini dimulai di pengadilan dengan masalah apakah Merrel Dow Pharmaceuticals berutang ganti rugi kepada anak-anak yang lahir dengan cacat lahir yang diduga disebabkan oleh ibu mereka mengonsumsi obat Benedictin selama kehamilan atau tidak.

Merrell Dow Pharmaceuticals, anak perusahaan Dow Chemical Company yang berkantor pusat di Midland, Michigan, mulai memasarkan Bendectin di AS pada tahun 1956 sebagai pengobatan untuk mual dan muntah selama kehamilan. Pada tahun 1969,menjadi awal dari Bendektin dapat menyebabkan cacat lahir dan malformasi. Dr. Dennis C. Paterson melaporkan adanya bayi premature dengan kelainan bentuk tungkai, dan tahun berikutnya ia melaporkan hal yang sama. Peterson menduga hal itu disebabkan oleh konsumsi Bendektin oleh ibu hamil.

Di tahun 1977, orang Amerika mengajukan ratusan tuntutan hukum pada Merrel dan laporan atas tokisisitas Bendectin meningkat dan untuk mengatasi publisitas negative, Merrel mengeluarkan Bendectin dari pasar ditahun 1983.

Pada tahun 1989, Bendectin kembali di gugat oleh Daubert dan Schuller, bahwa ibu mereka yang menelan Bendektin selama kehamilan menyebabkan cacat lahir pada anggota tubuh yang pendek.

Daubert v. Merrell Dow Pharmaceuticals, Inc. pertama kali diadili pada tahun 1989, Standar Frye diterapkan pada kasus tersebut untuk menetapkan jenis bukti yang dapat diserahkan. Standar Frye muncul dari Frye v. Amerika Serikat, keputusan Pengadilan Banding AS tahun 1923 dari pengadilan wilayah di Washington, DC

Dalam kasus tersebut, hakim Josiah Alexander Van Orsdel memutuskan bahwa hasil teknologi pendeteksi kebohongan tertentu tidak dapat diterima sebagai bukti di sidang sirkuit karena komunitas ilmiah umumnya tidak menerima teknologi. Standar Frye, juga disebut standar penerimaan umum, menyatakan bahwa semua bukti ilmiah yang dapat diterima harus diterima secara umum di bidangnya. Sarjana hukum dan ahli hukum memperlakukan Standar Frye sebagai kontroversial, karena penerimaan umum tidak didefinisikan secara tepat, dan karena mungkin ada ketidaksepakatan yang signifikan dalam menafsirkan bukti dan hasil ilmiah. Terlepas dari itu, pengadilan dan hakim di seluruh AS memperlakukan standar tersebut sebagai preseden.

Earl B. Gilliam, hakim untuk Pengadilan Distrik Distrik Selatan California, memberi Merrell Dow keputusan ringkasan terhadap Daubert dan Schuller pada tanggal 1 November 1989. Dia menolak kasus tersebut atas dasar bahwa Daubert dan Schuller tidak memberikan studi epidemiologi yang dipublikasikan yang menunjukkan bahwa Bendectin menyebabkan cacat lahir. Meta-analisis yang diajukan oleh Swan bukanlah studi epidemiologi itu sendiri, melainkan data gabungan dari studi epidemiologi lain. Gilliam menerapkan Standar Frye, dengan alasan bahwa studi epidemiologi adalah bukti ilmiah yang diterima secara umum untuk membuktikan hubungan biasa antara zat kimia dan cedera. Karena Daubert dan Schuller tidak mengirimkan studi epidemiologi untuk menunjukkan hubungan antara Bendektin dan cacat lahir, dan karena komunitas ilmiah secara umum tidak menerima jenis bukti yang diajukan oleh Daubert dan Schuller sebagai bukti hubungan sebab akibat, bukti mereka dianggap tidak dapat diterima. , dan kasusnya ditutup.

Pada tahun 1991, Daubert dan Schuller, diwakili oleh pengacara yang sama, mengajukan banding atas kasus tersebut ke Pengadilan Banding Ninth Circuit di San Francisco, California, mengklaim bahwa Pengadilan Distrik telah menggunakan standar yang salah untuk menentukan apakah bukti dapat diterima atau tidak. Pengacara mereka berpendapat bahwa Aturan Pembuktian Federal, yang ditetapkan oleh Kongres AS dalam undang-undang tahun 1975, menggantikan Standar Frye. Aturan Federal Pembuktian memungkinkan definisi yang lebih luas dari kesaksian ahli dan bukti yang dapat diterima berdasarkan pada relevansi dan keandalan bukti yang diberikan oleh kesaksian ahli. Menurut aturan tersebut, keahlian dalam suatu bidang dapat berasal dari pelatihan, pengalaman, pendidikan, keterampilan, atau pengetahuan. Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa Federal Rules of Evidence mengizinkan masuknya pseudosains ke pengadilan, karena para ahli yang memberikan bukti tidak perlu terakreditasi secara profesional, dan bukti yang mereka berikan tidak perlu dipegang dengan standar yang tinggi.

Dalam satu tahun sejak keputusan 1995, delapan pengadilan federal menggunakan Standar Daubert untuk menutup semua kasus karena kurangnya bukti yang dapat diterima. Kasus gugatan racun menggambarkan implikasi dari Standar Daubert. Karena pihak yang dirugikan bertanggung jawab untuk membuktikan cedera dan penyebabnya, Standar Daubert mempersulit pihak yang dirugikan untuk memenangkan tuntutan hukum. Dalam kasus tort beracun, bukti yang diajukan oleh pihak yang terluka tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Daubert karena sebagian besar didasarkan pada satu individu yang terkena dampak tanpa studi epidemiologi di seluruh populasi untuk mendukung klaim bahwa zat tertentu menyebabkan cedera. Di luar kasus gugatan hukum beracun, Standar Daubert menjadi alat hukum standar yang diterapkan oleh hakim di seluruh AS saat mereka memutuskan apakah akan mengakui klaim atau kesaksian sebagai pengetahuan ilmiah dan sebagai bukti di ruang sidang mereka atau tidak.

 

Perbedaan Kode etik KPK dengan kode etik Akuntan Publik

Kode Etik KPK

Kode Etik Akuntan Publik

Integritas:

1. Berperilaku dan bertindak secara jujur dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan fakta dan kebenaran.

 

2. Mematuhi dan melaksanakan peraturan komisi dan/atau memegang sumpah/janji sebagai Insan Komisi.

 

3. Menjaga citra, harkat, dan martabat Komisi di berbagai forum, baik formal maupun informal di dalam maupun di luar negeri.

 

4. Memiliki komitmen dan loyalitas kepada Komisi serta menyampingkan kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan dalam pelaksanaan tugas.

 

5. Melaporkan apabila mengetahui adanya dugaan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Insan Komisi.

 

6. Melaporkan harta kekayaan sesuai peraturan perundangundangan dan peraturan Komisi.

 

7. Menolak setiap gratifikasi yang dianggap suap, yaitu yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban, yang diberikan secara langsung.

 

8. Wajib melaporkan setiap gratifikasi yang dianggap suap yaitu yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban, yang diterima secara langsung maupun tidak langsung sesuai peraturan yang berlaku.

 

9. Wajib memberitahukan kepada sesama Dewan Pengawas, sesama Pimpinan, atau atasannya apabila terdapat hubungan kedekatan atau keluarga atau yang secara intensif masih berkomunikasi dengan pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.

 

10. Wajib mengundurkan diri dari penugasan apabila dalam pelaksanaan tugas patut diduga menimbulkan benturan kepentingan sesuai dengan peraturan Komisi.

 

11. Dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung.

 

12. Memberitahukan kepada sesama Dewan Pengawas, sesama Pimpinan, atau atasannya mengenai pertemuan atau komunikasi yang telah dilaksanakan atau akan dilaksanakan dengan pihak lain yang diduga menimbulkan benturan kepentingan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi.

 

13. Wajib memberikan akses kepada Dewan Pengawas terhadap seluruh fasilitas dan benda milik pribadi yang digunakan dalam pekerjaan dan jabatan Insan Komisi (seperti alat komunikasi,komputer, dan alat transportasi) untuk kepentingan pemeriksaan dan penegakan dugaan pelanggaran berat kode etik.

 

14. Tidak menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi.

 

15. Tidak menyalahgunakan tanda pengenal Insan Komisi, surat penugasan, ataupun bukti kepegawaian lainnya;

 

16. Tidak menerima penghasilan lain yang menimbulkan benturan kepentingan dengan tugas dan fungsi Komisi serta merugikan kepentingan Komisi.

 

17. Tidak melakukan pekerjaan atau memiliki usaha/badan usaha yang memberikan jasa maupun usaha dagang yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Komisi serta menimbulkan benturan kepentingan.

 

18. Tidak menerima honorarium atau imbalan dalam bentuk apapun dari pihak lain terkait dengan pelaksanaan tugas kecuali uang transpor, uang harian (uang saku, transpor lokal, uang makan), akomodasi, makanan dan minuman yang dihidangkan dalam rangka rapat, pelatihan, seminar/lokakarya, kemitraan, dan sosialisasi yang berlaku secara umum dan sesuai peraturan Komisi serta sepanjang tidak dibiayai oleh Komisi.

 

19. Dilarang memberitahukan, meminjamkan, mengirimkan atau mentransfer, mengalihkan, menjual atau memperdagangkan, memanfaatkan seluruh atau sebagian dokumen, data, atau informasi milik Komisi dalam bentuk elektronik atau nonelektronik untuk kepentingan pribadi, kepada pihak yang tidak berhak, atau membiarkan hal tersebut terjadi kecuali atas persetujuan atasan langsung atau Pimpinan Komisi.

 

20. Menjaga rahasia yang dipercayakan kepadanya, termasuk hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia, sampai batas waktu yang telah ditentukan atau sampai masalah tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

 

21. Dilarang menyembunyikan, mengubah, memindahtangankan, menghancurkan, merusak catatan atau dokumen milik Komisi kecuali untuk kepentingan pelaksanaan tugas.

 

22. Dilarang menggunakan dokumen, barang, dan fasilitas milik Komisi untuk hal-hal di luar pelaksanaan tugas kecuali atas persetujuan atasan.

 

23. Dilarang menggunakan poin atau manfaat dari program frequent flyer, point rewards, atau sejenisnya yang diperoleh dari pelaksanaan perjalanan dinas untuk ditukarkan dengan tiket pesawat, barang, dan/atau voucer guna kepentingan pribadi.

 

24. Tidak mengikutsertakan keluarga atau pihak lain yang tidak terkait dengan pelaksanaan tugas pada saat melakukan perjalanan dinas kecuali terdapat alasan kemanusiaan dan berdasarkan izin atasan langsung dan tidak menghambat atau menyampingkan pelaksanaan tugas serta tidak merugikan keuangan Komisi.

 

25. Dilarang memasuki tempat yang dipandang tidak pantas secara etika dan moral yang berlaku di masyarakat, seperti tempat prostitusi, perjudian, dan kelab malam kecuali karena penugasan.Menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai Insan Komisi.

 

26. Tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Insan Komisi.

 

27. Menggunakan media sosial dengan bijak dan bertanggung jawab.

 

Integritas:

Bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.

 

Sinergi:

1. Bersedia bekerja sama dan membangun kemitraan yang harmonis dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menemukan dan melaksanakan solusi terbaik, bermanfaat, dan berkualitas.

 

2. Saling berbagi informasi, pengetahuan, dan data untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi kecuali yang bersifat rahasia atau yang harus dirahasiakan.

 

3. Dilarang melakukan perbuatan yang menimbulkan suasana kerja yang tidak kondusif dan harmonis.

 

4. Tidak menyebarkan berita bohong dan/atau informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, yang dapat menimbulkan rasa kebencian dan/atau permusuhan.

 

5. Tidak melakukan perbuatan yang menunjukkan ego sektoral tanpa mengurangi independensi dalam pelaksanaan tugas, baik di lingkungan eksternal maupun internal Komisi.

 

6. Bersedia untuk berbagi solusi, informasi, dan/atau data sesuai kewenangan untuk menyelesaikan masalah dalam pelaksanaan tugas kecuali yang bersifat rahasia atau yang harus dirahasiakan.

 

7. Bersikap kooperatif dengan pihak yang berasal dari unit kerja lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.

 

8. Tidak mengingkari komitmen terhadap keputusan bersama dan implementasinya.

 

 

Objektifitas:

Tidak mengompromikan pertimbangan profesional atau bisnis karena adanya bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain.

 

Keadilan:

1. Mengakui persamaan derajat dan menghormati hak serta kewajiban setiap Insan Komisi.

 

2. Memenuhi kewajiban dan menuntut hak secara berimbang.

 

3. Menerapkan prinsip kesetaraan di hadapan hukum.

 

4. Tidak bersikap diskriminatif atau menunjukkan keberpihakan atau melakukan pelecehan terhadap perbedaan ras, jenis kelamin, agama, asal kebangsaan, kemampuan fisik atau mental, usia, status pernikahan, atau status sosial ekonomi dalam pelaksanaan tugas.

 

5. Tidak bertindak sewenang-wenang atau melakukan perundungan dan/atau pelecehan terhadap Insan Komisi atau pihak lain baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja.

 

6. Memberikan kesempatan yang sama tanpa membeda-bedakan agama, suku, kemampuan fisik, atau jenis kelamin untuk pengembangan karier dan kompetensi Insan Komisi.

 

7. Atasan bersikap tegas, rasional, dan transparan dalam pengambilan keputusan dengan pertimbangan yang objektif, berkeadilan, dan tidak memihak.

 

8. Memberikan akses informasi yang sifatnya terbuka kepada

 

 

Kompetensi dan Kehati-Hatian:

(i) Mencapai dan mempertahankan pengetahuan dan keahlian profesional pada level yang disyaratkan untuk memastikan bahwa klien atau organisasi tempatnya bekerja memperoleh jasa profesional yang kompeten, berdasarkan standar profesional dan standar teknis terkini serta ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku;dan

 

(ii) Bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan standar profesional dan standar teknis yang berlaku.

 

Kepemimpinan:

1. Menunjukkan penghargaan dan kerja sama dengan seluruh lembaga dan aparatur negara untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

2. Atasan wajib memberikan kesempatan kepada bawahan untuk menunaikan ibadah ketika rapat kerja atau tugas kedinasan sedang berlangsung.

 

3. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi.

 

4. Saling menghormati dan menghargai sesama Insan Komisi dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan sehari-hari.

 

5. Menilai kinerja Insan Komisi secara objektif berdasarkan kriteria yang jelas dan terukur sesuai peraturan Komisi.

 

6. Menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari.

 

7. Membimbing Insan Komisi yang dipimpin dalam pelaksanaan tugas.

 

8. Memberikan apresiasi terhadap hasil kerja dan prestasi setiap individu dan mendorong Insan Komisi yang dipimpin untuk meningkatkan prestasi kerjanya.

 

9. Tidak bertindak sewenang-wenang atau tidak adil atau bersikap diskriminatif terhadap bawahan atau sesama Insan Komisi.

 

10. Atasan wajib menegur bawahan yang terbukti melakukan pelanggaran.

 

11. Atasan harus berani mengambil keputusan dalam situasi sulit dan berani menghadapi serta menerima konsekuensinya.

 

12. Bersikap tegas dalam penerapan prinsip, nilai, dan keputusan yang telah disepakati.

 

13. Terbuka terhadap usulan perbaikan.

 

14. Menghindari sikap, tingkah laku, atau ucapan yang dilakukan untuk mencari popularitas, pujian, atau penghargaan dari siapa pun dalam pelaksanaan tugas Komisi.

 

Kerahasiaan:

Menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil hubungan profesional dan bisnis.

 

Profesionalisme:

1. Bekerja sesuai prosedur operasional standar (Standard Operating Procedure/SOP).

 

2. Menolak perintah atasan yang bertentangan dengan prosedur operasional standar (Standard Operating Procedure/SOP) dan norma hukum yang berlaku.

 

3. Menghargai perbedaan pendapat dan terbuka terhadap kritik serta saran yang membangun.

 

4. Tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok serta tekanan publik maupun media dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi.

 

5. Dilarang menjabat sebagai pengawas, pengurus, direksi, komisaris suatu korporasi, badan usaha, perseroan, yayasan, atau koperasi, pengurus atau anggota partai politik, atau jabatan profesi lainnya selama bertugas di Komisi.

 

6. Mengutamakan pelaksanaan tugas daripada kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.

 

7. Menyelesaikan tugas atau pekerjaan secara akuntabel dan tuntas.

 

8. Berani mengakui dan bertanggung jawab atas kesalahannya.

 

9. Bertanggung jawab terhadap keamanan barang, dokumen, data, dan informasi milik Komisi yang berada dalam penguasaannya.

 

10. Mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan.

 

11. Tidak menghalangi Insan Komisi untuk melakukan inovasi yang mendukung peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas Komisi.

 

12. Mampu beradaptasi terhadap perubahan ke arah yang lebih baik.

 

13. Tidak merespons kritik dan saran secara negatif dan berlebihan.

 

14. Dilarang mengeluarkan pernyataan kepada publik yang dapat memengaruhi, menghambat atau mengganggu proses penanganan perkara oleh Komisi.

 

15. Tidak bermain golf atau olahraga lainnya dengan pihak atau pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dengan Komisi.

 

16. Melaksanakan kegiatan terkait tugas atau jabatannya dengan izin atau sepengetahuan atasan.

Perilaku Profesional:

Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menghindari perilaku apapun yang diketahui oleh Anggota mungkin akan mendiskreditkan profesi Anggota.

 

Sumber:

https://www.grahamcpa.com/media/The%20History%20of%20the%20Daubert%20Case.pdf

https://embryo.asu.edu/pages/daubert-v-merrell-dow-pharmaceuticals-inc-1993

https://www.kpk.go.id/images/01/kodeetik/PERDEWAS-01-Tahun-2020-Kode-Etik--Pedoman-Prilaku-KPK.pdf

https://iapi.or.id/uploads/article/38-KODE_ETIK_PROFESI_AKUNTAN_PUBLIK_2020.pdf

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Kemiskinan dan Kesenjangan